Alay: Sebuah Bentuk Identitas dan Eksistensi

Pernah dengar istilah “Iiih luw gag beuuudhh dweehh..” atau “heii , lamb knall yupz ! nmAquw Gneshaa . . !” Ya ini adalah bahasa-bahasa yang banyak digunakan anak-anak jaman sekarang. Orang-orang sekarang menyebutnya dengan istilah Alay, singkatan dari “anak layangan”. Entah mengapa disebut anak layangan, yang jelas alay ini sendiri saat ini telah merajalela. Bahkan sudah mulai membentuk komunitasnya sendiri.

Kaum alay sendiri, tidak hanya ditandai dengan gaya smsan mreka yang susah dimengerti, namun juga ditandai dengan gaya nyentrik mreka dalam fashion. Kaum alay cenderung berfikir lebih kreatif dari orang-orang biasa lainnya. Ide mereka dalam memadu padankan mulai warna pakaian, style, hingga aksesoris-aksesoris yang digunakan bisa dibilang sangat kreatif.

Lalu bagaimana bisa komunitas alay ini tiba-tiba muncul dan membentuk sebuah identitas baru pada sebuah kelompok masyarakat. Merujuk pada teori hierarki kebutuhan Maslow yang menyatakan bahwa terdapat lima tingkatan kebutuhan pada diri manusia yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanaan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri/ kebutuhan eksistensi diri.

Dari teori tersebut dapat dilihat bahwa setiap manusia membutuhkan adanya sebuah eksistensi diri. Sebuah kebutuhan untuk bertindak sesuka hati berdasarkan bakat dan minat yang dimiliki. Untuk itulah dalam upaya mewujudkan eksistensi diri tersebut perlu adanya sebuah pembentukan konsep diri agar sesuai dengan lingkungan yang ada saat ini.

Konsep diri sendri menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.

Dari sini dapat diketahui bahwa sebenarnya para “Alay” bersikap seperti itu hanya untuk menunjukkan eksistensi dan identitas diri mereka kepada masyarakat. Mereka berlaku seperti itu sebenarnya berusaha untuk menyesuaiakan diri dengan lingkungannya dan kelompok sosialnya.
Beberapa ciri alay, yaitu:
  • ·         Dalam mengambil foto close up, selalu diambil dari sudut agak miring, hal ini dapat membuat wajah terkesan lebih cool dan menutupi bentuk wajah yang kurang menarik jika diambil dari depan
  • ·         Dalam menulis, tulisannya berhuruf di-imut-imut-kan dan ditambahi bahasa-inggris-bahasa-inggrisan mungkin agar berkesan cerdas dan cute
  • ·         Di situs jejaring sosial menggunakan nama palsu yang berbau luar negri, menakutkan atau lucu, contoh: “Marco Jahanam” atau “Bella Cute”
  • ·         Masih di situs jejaring sosial, memiliki teman yang banyak sekali, bahkan akhir – akhir ini di jejaring sosial Facebook muncul sebuah fenomena orang – orang yang dikategorikan alay memiliki daftar saudara kandung (sibling) yang juga sangat banyak.
  • ·         Dan yang paling mendominasi ialah bahasa mereka yang tergolong “unik” atau “aneh” menurut sebagian besar orang karena bahasa mereka cenderung “diplesetkan”.

Jika saya melihat disini, dari kelima point di atas, dapat ditarik sebuah benang merah, yang melatarbelakangi terjadinya fenomena tersebut. Saya menyebutnya “sok”. Bukan “sok” dalam arti sombong namun “sok” dalam artian “seolah-olah”. Menurut saya, semua perilaku ke-alay-an tersebut mempunyai pola yang sama, bahwa mereka berusaha untuk menunjukkan sesuatu yang bukan merupakan bagian diri mereka sebenarnya. Mereka membentuk konsep diri seperti ini hanya demi kebutuhan eksistensi diri mereka dimasyarakat. Dapat dikatakan pula, bahwa para alay ini kurang percaya terhadap jati diri mereka sendiri.

Jadi kesimpulannya, ada dua golongan yang sangat identik dengan komunitas alay, yang pertama ialah masyarakat marginal yang kedua ialah para ABG. Jika dilihat dari dua golongan ini, rasanya wajar jika fenomena alay ini sendiri berawal dari rasa kurang percaya diri sehingga terbentuklah sebuah konsep diri baru untuk mempertahankan eksistensi diri. Mereka adalah orang – orang dengan berbagai ekspektasi akan masa depan impian yang merasakan banyak sekali benturan dalam diri mereka untuk mencapai ekspektasi tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

About this blog

Blog ini hanya berisi cerita sehari-hari dalam kehidupan si Keong Dudul ini. Mulai yang seneng sampai yang susah pun ada. Gak hanya itu, di blog ini juga dibahas berbagai permasalahan tapi dari sudut pandang berbeda si Keong Dudul. So.. Enjoy read this blog. :D
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto saya
Sidoarjo, Malang, Jawa Timur, Indonesia
Just an ordinary girl with ordinary life...

Pengikut

Me Me n' Me